Showing posts with label Tugas. Show all posts
Showing posts with label Tugas. Show all posts

Friday, June 7, 2013

Laporan Hasil Observasi Psikologi Pendidikan



Laporan Hasil Observasi Psikologi Pendidikan

Nama Anggota Kelompok:
1. Khirzun Nufus           (12-031)
2. Irma Arfiani Lubis     (12-061)
3. Siti Annisa Suryani   (12-063)
4. Venny Zulkarnain      (12-111)
5. Hans Amanov Purba (12-117)
6. Rodo Ridho Sirait      (12-121)
Data Sekolah:
Nama                                      : SMA Negeri 2 Model Binjai
Alamat                                    : Jl. Padang No. 08 Binjai Selatan
Uang Sekolah                         : Rp80.000,-
Konsep e-learning                  : Berbasis Power point dan Website sekolah (masih kurang pemanfaatannya)
Sejak kapan digunakan         : 2009
DESKRIPSI SEKOLAH
SMA Negeri 2 Model Binjai yang berdiri sejak 1979 terletak di jalan Padang No.8 Binjai, Kecamatan Binjai Selatan. Sekolah yang memiliki berbagai macam kegiatan-kegiatan, baik itu kegiatan organisasi maupun kegiatan ekstrakurikuler ini dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah, Bapak Syaiful Bahri dan dibantu oleh beberapa Pembantu Kepala Sekolah yang giat mengembangkan SMAN 2 Model Binjai menjadi sekolah yang berprestasi tidak hanya pada tingkat provinsi tetapi juga sudah mencapai nasional. Ini dibuktikan dengan pada tahun 2010, SMAN 2 Model Binjai mendapat penghargaan sebagai sekolah model (percontohan). SMAN 2 Model Binjai sendiri sangat mengutamakan keasrian, terbukti dengan banyaknya pohon yang ditanam dilingkungan sekolah tersebut, sehingga membuat udara disekitarnya menjadi lebih segar.
PENDAHULUAN
Definisi e-learning
Istilah e-learning mengandung pengertian yang sangat luas, sehingga banyak pakar yang menguraikan tentang definisi e-learning dari berbagai sudut pandang. Salah satu definisi yang cukup dapat diterima banyak pihak misalnya dari Darin E. Hartley yang menyatakan: 
e-learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.
LearnFrame.Com dalam Glossary of e-learning Terms (2001) menyatakan suatu definisi yang lebih luas bahwa e-learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone. Matthew Comerchero dalam E-learning Concepts and Techniques (2006) mendefinisikan E-learning adalah sarana pendidikan yang mencakup motivasi diri sendiri, komunikasi, efisiensi, dan teknologi. Karena ada keterbatasan dalam interaksi sosial, siswa harus menjaga diri mereka tetap termotivasi. E-learning efisien karena mengeliminasi jarak dan arus pulang-pergi. Jarak dieliminasi karena isi dari e-learning didesain dengan media yang dapat diakses dari terminal komputer yang memiliki peralatan yang sesuai dan sarana teknologi lainnya yang dapat mengakses jaringan atau Internet. 
Dari definisi-definisi yang muncul dapat kita simpulkan bahwa sistem atau konsep pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dalam proses belajar mengajar dapat disebut sebagai suatu e-learning (Wahono, 2005).
Tujuan
Penggunaan media pengajaran sangat diperlukan dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam pembelajaran membaca puisi. Menurut Achsin (1986:17-18) menyatakan bahwa tujuan penggunaan media pengajaran adalah :
1.      agar proses belajar mengajar yang sedang berlangsung dapat berjalan dengan tepat guna dan berdaya guna, 
2.      untuk mempermudah bagi guru/pendidik daiam menyampaikan informasi materi kepada anak didik, 
3.      untuk mempermudah bagi anak didik dalam menyerap atau menerima serta memahami materi yang telah disampaikan oleh guru/pendidik, 
4.      untuk dapat mendorong keinginan anak didik untuk mengetahui lebih banyak dan mendalam tentang materi atau pesan yang disampaikan oleh guru/pendidik, 
5.      untuk menghindarkan salah pengertian atau salah paham antara anak didik yang satu dengan yang lain terhadap materi atau pesan yang disampaikan oleh guru/pendidik.
Manfaat
Secara umum manfaat penggunaan media pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu
1.      media pengajaran dapat menarik dan memperbesar perhatian anak didik terhadap materi pengajaran yang disajikan,
2.      media pengajaran dapat mengatasi perbedaan pengalaman belajar anak didik berdasarkan latar belakang sosil ekonomi,
3.      media pengajaran dapat membantu anak didik dalam memberikan pengalaman belajar yang sulit diperoleh dengan cara lain,
4.      media pengajaran dapat membantu perkembangan pikiran anak didik secara teratur tentang hal yang mereka alami dalam kegiatan belajar mengajar mereka, misainya menyaksikan pemutaran film tentang suatu kejadian atau peristiwa. rangkaian dan urutan kejadian yang mereka saksikan dan pemutaran film tadi akan dapat mereka pelajari secara teratur dan berkesinambungan,
5.      media pengajaran dapat menumbuhkan kemampuan anak didik untuk berusaha mempelajari sendiri berdasarkan pengalaman dan kenyataan,
6.      media pengajaran dapat mengurangi adanya verbalisme dalain suatu proses (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka) (Latuheru, 1988:23-24).
Keuntungan Menggunakan E-learning 
1.      Fleksibel karena siswa dapat belajar kapan saja, di mana saja, dan dengan tipe pembelajaran yang berbeda-beda. 
2.      Menghemat waktu proses belajar mengajar 
3.      Mengurangi biaya perjalanan 
4.      Menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan, buku-buku) 
5.      Menjangkau wilayah geografis yang lebih luas 
6.      Melatih pembelajar lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan 

Kelemahan Menggunakan E-learning 
1.      Karena e-learning menggunakan teknologi informasi, tidak semua orang terutama orang yang masih awam dapat menggunakannya dengan baik.
2.      Membuat e-learning yang interaktif dan sesuai dengan keinginan pengguna membutuhkan programming yang sulit, sehingga pembuatannya cukup lama. 
3.      E-learning membutuhkan infrastruktur yang baik sehingga membutuhkan biaya awal yang cukup tinggi.
4.      Tidak semua orang mau menggunakan e-learning sebagai media belajar. 
Arsitektur E-learning
URAIAN SINGKAT OBSERVASI
Observasi dilakukan pada tanggal 23 Mei  2013, dimulai dari pukul 8.00 WIB hingga pukul 12.30. Observasi sendiri dilakukan dengan membagi anggota menjadi 2 kelompok, diantaranya di kelas X.7 saat mata pelajaran Biologi, diobservasi oleh Khirzun Nufus, Venny Zulkarnain dan Rodo Ridho pada pukul 9.00- 10.00, dan di kelas XI IPA 2 saat mata pelajaran Bahasa Indonesia diobservasi oleh Siti Annisa, Irma Arfiani, dan Hans Amanov pada pukul 10.45-11.30. Pada akhir observasi kami meminta para siswa untuk mengisi kuesioner yang telah disiapkan.
HASIL OBSERVASI
Observasi pertama dilakukan pada pukul 9.00 sampai pukul 10.00 di kelas X.7 yang saat itu sedang berlangsung mata pelajaran Biologi, siswa diajarkan oleh seorang guru yang bernama Soimin. Beliau mengajarkan materi mengenai Ekologi. Pada saat proses belajar mengajar, siswa yang sebelumnya sudah terbagi dalam beberapa kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka mengenai materi yang diajarkan. Menurut observasi kami, saat itu proses belajar mengajar menggunakan orientasi belajar SCL (Student Center Learning), hal ini dibuktikan dengan siswa lebih aktif dalam aktivitas kelas, sedangkan guru hanya menjadi fasilitator, yang pada waktu itu pak Soimin hanya bertindak sebagai pengamat saja.
            Kelas berisi 35 orang siswa dari 40 siswa yang seharusnya hadir. Bangku disusun dengan gaya auditorium. lingkunga fisik kelasnya sendiri hanya terdiri dari meja, kursi, dan papan tulis. Kelas tidak dilengkapi dengan mesin pendingin ataupun kipas angin, hal ini menyebabkan murid kepanasan dan secara tidak langsung mengganggu aktivitas belajar mengajar karena tidak focus dengan materi yang disampaikan temannya, sebagian sibuk mengipas diri dan sebagiannya lagi terlihat mengobrol bahkan ada yang tertidur. Dari kasus tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa teori belajar yang digunakan dikelas adalah humanistic, dimana semua aktivitas belajar diserahkan kepada siswa, sehingga motivasi belajar-pun kurang dimiliki siswanya.
Observasi kedua dilakukan pada pukul 10.45 di kelas XI IPA 2 saat mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan guru pengajar Bu Novita yang membawakan materi tentang seminar kelas. Pada awal proses belajar, guru mengarahkan murid untuk memperhatikan video hasil karya kelas lain untuk dijadikan referensi pembelajaran untuk pembuatan seminar yang telah ditugaskan kepada murid sebelumnya. Guru menerangkan tahapan-tahapan penyelenggaraan seminar dari media video yang ditampilkan. Setelah video referensi ditayangkan dan dijelaskan oleh guru, murid diarahkan untuk berdiskusi dalam kelompok-kelompok kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam diskusi kelompok tersebut dibahas tentang pembentukan struktur kepanitian seminar, seperti ketua panitia, narasumber, dan moderator setiap  kelompoknya.
            Dari proses pembelajaran pada kelas yang kami observasi, kami menyimpulkan bahwa orientasi belajar pada kelas tersebut merupakan tipe TCL (Teacher Center Learning) karena sumber pembelajaran masih bersumber dari guru dan guru masih mengatur serta mengarahkan tugas kepada murid.
            Tata bangku pada manajemen kelas ini tersusun rapi, namun penempatan fasilitas kelas kurang tertata rapi. Motivasi murid masih sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari absensi murid yang 10 orang tidak hadir dari total murid 35 orang dengan alasan ketidakhadiran yaitu baru selsai dari study tour.
           
           
KOMENTAR
            Dewasa ini system pembelajaran yang berlandaskan e-learning sudah seharusnya menjadi kebutuhan setiap instansi pendidikan. Mengingat konsep dari e-learning itu sendiri adalah membantu siswa dalam mengembangkan potensi mereka dalam proses belajar dengan menggunakan kemajuan teknologi yang ada. Selain itu dengan memanfaatkan teknologi ini, baik guru maupun siswa diuntungkan karena sangat membantu dalam mempermudah aktivitas belajar mengajar, selain bisa sebagai sumber informasi alat elektronik yang digunakan bisa digunakan sebagai proses belajar mengajar lainnya, seperti pengumpulan tugas.
            Berdasarkan observasi yang telah kelompok lakukan, konsep e-learning sendiri belum sepenuhnya diterapkan oleh SMAN 2 Model Binjai, hal ini dapat diamati dari beberapa aspek. Diantaranya:
1.      Kurang meratanya penggunaan in-focus sebagai salah satu contoh peralatan e-learning pada setiap kelas. Salah satu factor penyebabnya adalah kurangnya kuantitas dari in-focus. Tercatat sekolah hanya memiliki sekitar 5 buah item in-focus yang dapat digunakan sebanyak kurang lebih 21 kelas.
2.      Kurangnya pemanfaatan jaringan internet di lingkungan sekolah. Padahal sekolah sudah menyediakan fasilitas wifi, tetapi sepertinya belum benar-benar dimanfaatkan para siswa dan guru.
3.      Kurangnya pemahaman siswa mengenai penggunaan e-learning itu sendiri. Terlihat dari jawaban para siswa dari kuesioner yang diberikan. Kebanyakan siswa tidak mengerti konsep e-learning, tujuan serta manfaat penggunaannya.
4.      Salah satu factor krusial dari kurangnya pemanfaatan e-learning adalah, tidak semua siswa berasal dari kelas ekonomi menengah keatas, hal ini menyebabkan hanya sebagian siswa saja yang memiliki perangkat elektronik yang memadai sebagai penunjang e-learning.
Mengenai orientasi belajar dikelas, sepertinya masing-masing kelas memiliki orientasi belajar yang berbeda, tergantung guru dan mata pelajaran yang diajarkan. Terlihat dari hasil observasi pada kelas pertama yang menggunakan orientasi belajar SCL (Student Center Learning), dimana siswa yang bertindak sebagai penyaji materi dan guru sebagai fasilitator. Hanya saja kekurangannya menurut kelompok yang mengobservasi adalah kurangnya andil guru dalam member feedback atas apa yang telah disampaikan kelompok presenter, guru cendrung hanya sebagai pengamat saja. Sedangkan pada kelas kedua, kelas menggunakan orientasi belajar TCL (Teacher Center Learning), dimana aktivitas belajar mengajar masih berporos dari guru yang bertindak sebagai penyaji materi sekaligus pengtur jalannya proses belajar dikelas.
Secara umum, berdasarkan observasi kasus yang sudah disampaikan sebelumnya, pada umumnya manajemen kelas di SMAN 2 Model Binjai menggunakan system permisif, dimana otonomi lebih banyak diserahkan kepada murid tapi tidak member banyak dukungan untuk pengembangan keahlian pembelajaran atau pengelolaan perilaku mereka. Menurut kelompok, gaya manajemen permisif belum cocok diterapkan pada tingkat Sekolah Menengah Atas, dimana siswa masih memerlukan bimbingan dan arahan dari gurunya, tidak heran murid dikelas yang diobservasi ini cendrung punya keahlian akademik yang kurang memadai dan control diri yang rendah. Sejalan dengan manajemen kelas, teori belajar yang digunakan pada umumnya adalah teori humanistic, dimana semua aktivitas belajar diserahkan kepada siswa, sehingga motivasi belajar-pun kurang dimiliki siswanya, tentunya ini menjadi salah penghambat berkembangnya potensi siswa, karena guru kurang berperan sebagai motivator.

TESTIMONI PRIBADI
Hal observasi sekolah ini adalah pengalaman pertama saya (juga sebagian besar teman saya) dalam melakukannya. Saya baru belajar untuk mengobservasi saat ditugaskan untuk melakukannya per kelompok belajar. Dalam pengalaman kali pertama kami ini, kami menemukan beberapa kedala dan halangan dalam melakukannya dari saat mencari sekolah yang tepat, meminta izin ke sekolah yang akan dituju untuk diobservasi, sampai dengan menyusun hasil laporan observasi ini. Saya sangat bersyukur karena tugas observasi ini dapat kami selesaikan dengan lancar.
Di sini saya ingin berterima kasih kepada teman-teman sekelompok saya yang telah sama-sama berjuang menyelesaikan tugas observasi ini. Untuk teman-teman sekelompok saya, Uun, Hans, Irma, Rodo, dan Venny, perjuangan kita akhirnya memmbuahkan hasil. I thought we wouldn't make it. But well, here's the result.
Saya juga ingin berterima kasih kepada Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd., Kak Fasti Rola, M,Psi, Psikolog, dan Kak Dianulla Sari M,Psi, Psikolog selaku dosen Mata Kuliah Psikologi Pendidikan yang telah membimbing, mengarahkan, serta membantu kami dalam menyelesaikan tugas observasi ini. Saya mohon maaf atas segala kekurangan dalam laporan observasi ini.

Thursday, May 16, 2013

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (PABK) Tipe A, B, C, D, dan E

Sekolah Luar Biasa Tipe A (TUNA NETRA)


Tunanetra adalah gangguan daya penglihatan, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus, mereka masih tetap memerlukan pendidikan khusus


Layanan Pendidikan Tunanetra Dikelompokkan Menjadi: • Mereka mampu membaca cetakan standart • Mampu membaca cetakan standart dengan menggunakan kaca pembesar • Mampu membaca cetakan besar (ukuran huruf:18) • Mampu membaca cetakan kombinasi cetakan reguler dan catakan besar • Membaca cetakan besar dengan kaca pembesar • Menggunakan Braille tetapi masih bisa melihat cahaya (sangat berguna untuk mobilitas) • Menggunakan Braille tetapi tidak punya persepsi cahaya


Kebutuhan Pembelajaran Anak Tunanetra : Karena keterbatasan anak tunanetra, maka pembelajarannya harus mengacu kepada prinsip-prinsip: a. Kebutuhan akan pengalaman konkret b. Kebutuhan akan pengalaman memadukan c. Kebutuhan akan berbuat dan bekerja dalam belajar


Media Belajar Anak Tunanetra dikelompokkan menjadi dua, yaitu: • Kelompok buta dengan media pembelajarannya adalah tulisan Braille • Kelompok Low Vission dengan medianya adalah tulisan awas yang dimodifikasi (huruf diperbesar, penggunaan alat pembesar tulisan)




STRATEGI PEMBELAJARAN TUNA NETRA


Permasalahan strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra didasarkan pada dua pemikiran, yaitu : 1. Upaya memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak (di satu sisi). 2. Upaya pemanfaatan secara optimal indera-indera yang masih berfungsi, untuk mengimbangi kelemahan yang disebabkan hilangnya fungsi penglihatan (di sisi lain).


Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra pada hakekatnya adalah strategi pembelajaran umum yang diterapkan dalam kerangka dua pemikiran di atas. Pertama-tama guru harus menguasai karakteristik/strategi pembelajaran yang umum pada anak-anak awas, meliputi tujuan, materi, alat, cara, lingkungan, dan aspek-aspek lainnya. Langkah berikutnya adalah menganalisis komponen-komponen mana saja yang perlu atau tidak perlu dirubah/dimodifikasi dan bagaimana serta sejauh mana modifikasi itu dilakukan jika perlu. Pada tahap berikutnya, pemanfaatan indera yang masih berfungsi secara optimal dan terpadu dalam praktek/proses pembelajaran memegang peran yag sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar.


Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, antara lain :


Prinsip Individual


Prinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran manapun (PLB maupun pendidikan umum) guru dituntut untuk memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individu.


Prinsip kekonkritan/pengalaman penginderaan


Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memungkinkan anak tunanetra mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya.


Prinsip totalitas


Strategi pembelajaran yang dilakukan guru haruslah memungkinkan siswa untuk memperoleh pengalaman objek maupun situasi secara utuh dapat terjadi apabila guru mendorong siswa untuk melibatkan semua pengalaman penginderaannya secara terpadu dalam memahami sebuah konsep.


Prinsip aktivitas mandiri (selfactivity)


Strategi pembelajaran haruslah memungkinkan atau mendorong anak tunanetra belajar secara aktif dan mandiri. Anak belajar mencari dan menemukan, sementara guru adalah fasilitator yang membantu memudahkan siswa untuk belajar dan motivator yang membangkitkan keinginannya untuk belajar.


POLA PEMBELAJARAN


Permasalahan pembelajaran dalam pendidikan tunanetra adalah masalah penyesuaian. Penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran pada anak tunanetra lebih banyak berorientasi pada pendidikan umum, terutama menyangkut tujuan dan muatan kurikulum. Dalam strategi pembelajaran, tugas guru adalah mencermati setiap bagian dari kurikulum, mana yang bisa disampaikan secara utuh tanpa harus mengalami perubahan, mana yang harus dimodifikasi, dan mana yang harus dihilangkan sama sekali.



Sekolah Luar Biasa Tipe B (TUNA RUNGU)


Tahapan-Tahapan Peningkatan Kemampuan Pendengaran: 1. Deteksi


2. diskriminasi


3. identifikasi


4. pemahaman


MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK ANAK TUNA RUNGU


Anak Tuna Rungu memiliki keterbatasan dalam berbicara dan mendengar, media pembelajaran yang cocok untuk Anak Tuna Rungu adalah media visual dan cara menerangkannya dengan bahasa bibir/gerak bibir.


Persepsi Bunyi Dan Irama ( BKPBI) adalah sebagai berikut: Media Stimulasi Visual


Cermin artikulasi, yang digunakan untuk mengembangkan feed back visual, dengan melihat/mengontrol gerakan organ artikulasi diri siswa itu sendiri, maupun dengan menyamakan gerakan/posisi organ artikulasi dirinya dengan posisi organ artikulasi guru


Benda asli maupun tiruan


Gambar, baik gambar lepas maupun gambar kolektif


Pias kata


Gambar disertai tulisan, dsb.


Media Stimulasi Auditoris


Speech Trainer, yang merupakan alat elektronik untuk melatih bicara anak dengan hambatan sensori pendengaran


Alat musik, seperti: drum, gong, suling, piano/organ/ harmonika, rebana, terompet, dan sebagainya


Tape recorder untuk memperdengarkan rekaman bunyi- bunyi latar belakang, seperti : deru mobil, deru motor, bunyi klakson mobil maupun motor, gonggongan anjing dsb


Berbagai sumber suara lainnya , antara lain :


Suara alam : angin menderu, gemercik air hujan, suara petir,dsb.


Suara binatang : kicauan burung, gongongan anjing, auman harimau, ringkikan kuda,dsb.


Suara yang dibuat manusia : tertawa, batuk, tepukan tangan, percakapan, bel, lonceng, peluit,dsb


Sound System, yaitu suatu alat untuk memperkeras suara.


Media dengan sistem amplifikasi pendengaran, antara lain ABM, Cochlear Implant dan loop system.


Di lapangan media yang digunakan,misalnya dalam mata pelajaran matematika dengan tema mengenalkan jam,guru membawa tiruan jam dinding sambil menerangkan dengan bahasa bibir guru juga menuliskannya di papan tulis agar anak dapat lebih memahami apa yang guru jelaskan. Dalam pembelajaran IPA, PPKN, Guru juga mempergunakan gambar. Dalam pembelajaran IPS pun demikian, menggunakan media gambar dalam materi kenampakkan dari permukaan bumi dari gambar tersebut guru menjelaskan kepada anak sehingga anak dapat memahami bagaimana bentuk kenampakkan dari permukaan bumi tersebut.



Sekolah Luar Biasa Tipe C (TUNA GRAHITA)


KLASIFIKASI STRATEGI PEMBELAJARAN BAGI ANAK TUNA GRAHITA


Anak tunagrahita secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, sehingga memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus.



Adapun strategi pembelajaran yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita yaitu:


Direct Introduction


Merupakan metode pengajaran yang menggunakan pendekatan selangkah-selangkah yang terstruktur dengan cermat, dalam memberikan instruksi atau perintah. Metode ini memberikan pengalaman belajar yang positif dan meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi untuk berprestasi. Kelebihan strategi ini adalah mudah untuk direncanakan dan digunakan. Sedangkan kelemahan utamanya dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan, proses-proses, dan sikap yang diperlukan untuk pemikiran kritis dan hubungan interpersonal serta belajar kelompok.


Cooperative Learning


Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lainnya dalam memahami materi pelajaran. Kelompok belajar yang mencapai hasil belajar yang maksimal diberikan penghargaan. Pemberian penghargaan ini adalah untuk merangsang munculnya dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.


Menurut Siahaan (2005:2), ada lima unsure esensial yang ditekankan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:


Saling ketergantungan yang positif


Interaksi berhadapan


Tanggung jawab individu


Keterampilan social


Terjadi proses dalam kelompok


     


Peer Tutorial


Merupakan metode pembelajaran dimana seorang siswa dipasangkan dengan temannya yang mengalami kesulitan/hambatan. Oleh karena itu lebih ditekankan pada siswa yang mempunyai kemampuan di bawah kemampuannya.


Sedangkan tujuan pembelajaran tutorial yaitu sebagai berikut:


Meningkatkan pengetahuan para siswa


Meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa tentang cara memecahkan masalah agar mampu membimbing diri sendiri


Meningkatkan kemampuan siswa tentang cara belajar mandiri.


Sekolah Luar Biasa Tipe D (TUNA DAKSA)


Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasukcelebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.


STRATEGI PEMBELAJARAN BAGI ANAK TUNADAKSA


Strategi yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut:


Pendidikan integrasi (terpadu)


Pendidikan segresi (terpisah)


Penataan lingkungan belajar


Sarana Penunjang Pendidikan Anak Tunadaksa


Gedung ruang dan perabotan


Penyandang tunadaksa ada yang dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang timbul akibat bangunan yang tidak sesuai dengan persyaratan pendidikan anak tunadaksa. Mereka yang demikian ini tidaklah banyak. Kebanyakan anak-anak tunadaksa frustasi karena ketidaksesuaian desain bangunan. Biasanya bangunan-bangunan dirancang untuk kepentingan orang-orang normal.


Agar bangunan-bangunana bisa sesuai dengan kepentingan penyandang tunadaksa, bangunan hendaknya dirancang dengan memprioritaskan tiga kemudahan, yaitu :


1)      Mudah keluar masuk


2)      Mudah bergerak dalam ruangan


3)      Mudah mengadakan penyesuaian atau segala sesuatu yang ada di dalam ruangan itu mudah disesuaikan.


Media Pembelajara Untuk Anak Tuna Daksa


Anak Tuna Daksa dari segi mental dan otaknya normal hanya saja mereka memiliki keterbatasan fisik sehingga memerlukan layanan khusus dan alat bantu gerak , agar mereka bisa melakukan aktifitas sehari-hari tanpa adanya bantuan dari orang lain. Media pembelajaran yang digunakan untuk anak tuna daksa sama dengan anak-anak normal lainnya hanya saja disesuaikan dengan materi dan kecacatan bagian yang mana dialami oleh anak. Agar terciptanya proses belajar mengajar yang kondusif.





Sekolah Luar Biasa Tipe E (TUNA LARAS)


Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.


 STRATEGI PEMBELAJARAN BAGI ANAK TUNALARAS


Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut:


Model biogenetic


Model behavioral/tingkah laku


Model psikodinamika


Model ekologis

Friday, April 26, 2013

Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia



Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
  • Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa.
  • Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Para pakar berpendapat bahwa pendidikan usia dini sangat penting, seperti halnya peran keluarga, masyarakat dan sekolah, untuk memastikan bahwa anak-anak prasekolah dan sekolah dasar memiliki landasan yang kokoh untuk belajar seumur hidup.

Riset menunjukkan bahwa investasi pendidikan pada usia dini menghasilkan manfaat yang lebih baik dibandikan dengan investasi pada tingkat usia lainnya. Praktisi, pembuat kebijakan dan para ahli harus bekerjasama untuk memperkuat agenda Pendidikan Anak Usia Dini guna meraih hasil yang lebih baik,” kata Mae Chu Chang, Ahli Pendidikan Utama, Bank Dunia Indonesia.

Yang cukup memprihatinkan saat ini, meski berbagai penelitian menunjukkan Pendidikan Anak Usia Dini  (PAUD) penting bagi perkembangan anak namun sampai sekarang sebagian besar anak tidak memperolehnya.

"Sayangnya belum semua pengajar PAUD berkualitas sehingga masih memerlukan pendidikan dan latihan sehingga mampu menjadi pengajar," tutur Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,   Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi.

Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat betapa pentingnya PAUD untuk diselenggarakan. Agar dapat berjalan dengan baik dan tercapai tujuan yang diinginkan secara maksimal, diperlukan adanya upaya khususnya dari pemerintah untuk menyediakan tenaga pengajar PAUD dengan memberikan pelatihan dan ujian serta menyediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam menjalankannya. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan bantuan kepada anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan mengawasi pemberian bantuan tersebut. Hal ini dilakukan agar kedepannya kehidupan bangsa ini dapat menjadi lebih baik karena ditunjang dengan sumber daya manusia yang berkualitas.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini
http://www.worldbank.org/in/news/press-release/2012/11/05/indonesia-early-childhood-learning-deserves-greater-attention
http://www.tribunnews.com/2013/02/23/mengenaskan-tidak-semua-pengajar-anak-usia-dini-berkualitas-tinggi